KAMMI itu , tempat pertama kali saya mengenal Khalida, Evi , Yani , Vety, Ismi, Anis , dan pejuang-pejuang kampus lainnya, di Masjid Agung Karanganyar, Dauroh Marhalah 1. Saya mengetahui KAMMI karena dulu semasa SMA ada organisasi eksternal di Jakarta juga yang bernama KAPMI (Kesatuan Aksi Pelajar Mahasiswa). Simpel sebenarnya, diawal saya bukan orang yang begitu bersemangat untuk ikut dan masuk di KAMMI, mungkin juga teman-teman yang lain pun merasakan demikian. Ibaratnya seperti terjerumus dalam kebaikan. Awal pertama kali di KAMMI, saya tidak pernah (ingin) mendaftar menjadi pengurus disana. Saat liburan semester pertama, saya ingat betul, ketika sedang asik-asik liburan di Jakarta, didaftarkan menjadi pengurus oleh mba Ulfah Hidayati, S.Ikom (Komunikasi 2006), lalu tidak lama dari itu mendapat sms, “Selamat anti tergabung dalam pengurus KAMMI di bidang Bidang Kebijakan Publik (KP)”. Ketika itu ketua komisariatnya adalah akh Barjos (FE 2006), sewaktu komsat masih berlokasi
"Assalamualaykum..." "Wa'alaykumussalam..." Jawabku sambil setengah berlari dari dapur menuju depan pintu rumah kontrakan yang tidak begitu besar, bersegera membukakan pintu rumah untuk seseorang yang sudah sedari tadi ku tunggu kehadirannya. "Tumben baru pulang mas?" tanya ku, sambil melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 21.00, lalu mencium punggung tangannya. "Iya, maaf ya gak ngabarin, tadi dijalan macet banget gak bisa pegang hp, ternyata ada truk terguling ditengah jalan, jadi macet berkepanjangan." "Astaghfirullah, tapi kamu gak apa-apa kan?" tanyaku cemas. "Gak alhamdulillah.." "Alhamdulillah, yasudah, ini diminum dulu tehnya, terus kamu mandi, sudah aku siapkan air panas, setelah itu kita makan ya.." lanjutku. "Oke, terimakasih ya Andiniku..." Jawabnya sambil mengecup kening dan mengusap-usap kepalaku seperti biasanya. Kami tinggal berdua saja di
Gambar diambil dari http://www.deviantart.com/art/oblivion-399105079 Aku hanya sekedar ingin sejenak memutar kembali otak, layaknya merapikan kembali kertas-kertas yang berserak, hanya untuk mengingat kapan sejatinya kita pertama kali bertemu. Aku hampir lupa, karena memang tidak ada yang terkhusus dengan perkenalan pertama kita, yang membuatku mampu mengingat-ingatnya dengan lekat. Semua berjalan begitu saja. Tiba-tiba kita sering tertawa bersama, berbicara hal-hal yang sama, bertukar cerita, dan begitu seterusnya. Tidak ada hal yang dikhususkan, semua biasa-biasa saja, sama seperti aku dengan yang lainnya. Namun, aku masih saja penasaran. Kenapa semua jadi begitu tak terekam, namun semua mampu membuat kita saling ingat dan semakin melekat. Mungkin ketidakbermaknaan ini lah yang akhir nya menyadarkan kita akan sebuah rasa, bahwa sejatinya ada sebuah rasa yang tertunda diantara kita. Entah itu apa! Aku hanya akan menganggap ini semua biasa-biasa saja. Sampai kapanpun,
Komentar
Posting Komentar